Iringan gendhing Monggang dari gamelan Kyai Guntur Laut mengiringi ‘miyos dalem’ Sultan HB X dari Gedhong Jene Kraton Yogyakarta menyambut datangnya Gunungan Bromo yang dibawa kembali dari Masjid Gedhe Kauman setelah didoakan abdi dalem pengulu dalam Garebeg Mulud Dal 1951, Jumat (1/12).
Mengenakan surjan motif bunga warna biru dengan ‘kuluk’ Kanigara, Ngarsa Dalem yang didampingi GKR Hemas, lima Putri Dalem dan Menantu Dalem memulai mengambil isian Gunungan Bromo yang ditempatkan di Halaman Bangsal Purwaretna tersebut. Seiring diambilnya beberapa isian oleh Sultan HB X, keluar asap dari bara api yang ditempatkan di tengah gunungan.
Setelah Sultan mengawali, Raja Kasultanan Yogyakarta tersebut mempersilakan kerabat, sentana dan abdi dalem untuk mengambil isi gunungan tersebut. Sontak saja seperti dikomando, Putri Dalem dan Menantu Dalem langsung merangsek paling depan untuk ‘merayah’ gunungan tersebut. Diikuti kerabat, sentana dan abdi dalem yang berebut, namun tetap tertib.
“Gunungan Garebeg merupakan hajat dalem sebagai bentuk syukur dan sedekah dalem. Sementara adanya Gunungan Bromo ini hanya delapan tahun sekali tiap Garebeg Mulud Tahun Dal. Memang untuk gunungan ini hanya diperuntukkan bagi kerabat, sentana dan sejumlah abdi dalem,” tutur Penghageng Tepas Tandha Yekti Kraton Yogyakarta, GKR Hayu ditemui sela acara.
Butuh waktu beberapa menit dalam proses ‘rayahan’ ini hingga Gunungan Bromo tinggal kerangkanya saja. Sebab, meski berebut, namun tetap tertib tanpa ada keriuhan yang begitu besar. Meski demikian, hal tersebut tidak mengurangi antusiasme untuk mendapatkan isian gunungan berupa hidangan dari ketan dengan bentuk dan warga beraneka ragam tersebut.
Prosesi yang dinamakan ‘Kondur Gunungan Bromo’ ini sendiri merupakan salah satu rangkaian acara Garebeg Mulud Dal. Sebelumnya, pukul 09.00 WIB dilakukan Pisowanan di Bangsal Kencana yang juga dihadiri KGPAA Paku Alam X. Turut hadir dalam kesempatan ini abdi dalem sipat Bupati Kraton Yogyakarta.
Bahkan dalam kesempatan ini, Sultan ‘ngeduk’ (mengambil) sendiri nasi di dalam Kanjeng Nyai Mrica dan menaruhnya di Kanjeng Kiai Blawong. Sultan kemudian membuat tiga kepal nasi yang diserahkan kepada GKR Mangkubumi. Setelah itu, Kiai Pengulu berdiri dan membacakan doa. Putri Dalem dan Mantu Dalem kemudian meneruskan mengepal nasi yang ada di Kanjeng Kiai Blawong.