Warga padukuhan Kepek 1, Desa Kepek, Kecamatan Wonosari, Gunungkidul, Yogyakarta, mulai mengembangkan kerajinan batik beberapa tahun terakhir.
Tak ada perbedaan dengan dusun lain di pusat kota yang memiliki gang sempit, dan rumah berdempetan. Tetapi satu ciri khas Dusun Kepek 1 adalah beberapa rumah warga di cat model batik sejak tahun 2016 lalu. Warga sekitar pun membuat batik tulis dan cap.
Seperti Sumarni yang pada 2012 lalu telah memasuki masa purna tugas sebagai guru SD, dia diperkenalkan batik terjadi saat ia mendapat pelatihan dari tetangganya. Setelah mengikuti pelatihan itu, ia langsung memutuskan terjun ke usaha pembuatan batik tulis dan cap. “Kebetulan saat pensiun, saya memang berniat membuka usaha,”katanya Senin (2/10/2017).
Setiap hari, di sela kesehariannya, Sumarni bersama ibu lainnya yang tergabung dalam paguyuban bertaman Budi Kepek membuat kain batik. Di Dusun Kepek 1, warga membuat motif batik Manding dan Gendis. “Ada batik cap dan batik tulis, sekarang sudah banyak pesanan,” ucapnya.
Untuk harga, batik cap dijual sekitar Rp 125.000 per potong, sedangkan batik tulis sekitar Rp 350.000 per potongnya.
Sementara bagi remaja dan anak muda dikembangkan kaos batik pelangi yang dibuat dengan motif pelangi. Kaos model batik unik ini dijual Rp 250.000 per potong. “Hasilnya lumayanlah untuk menambah uang pensiun,” katanya.
Terpisah, Kepala Desa Kepek, Bambang Setyawan menjelaskan, di Desa Kepek terdapat empat titik pembuatan batik, yang dikembangkan beberapa tahun terakhir. Yakni di Dusun Bansari model batik Cangkring, Dusun Kepek batik model Manding dan Gendis, serta Ledoksari modelBatik Nusantara. “Untuk yang pertama memang dikembangkan di dusun Kepek 1,”katanya.
Dia menyebutkan, pengembangan sebagai desa sudah tiga kali melakukan pelatihan kepada para perajin. Selain itu, melakukan sertifikasi terhadap perajin.
Adapun motif batik yang menjadi produk andalan di daerah itu adalah batik Manding dan Cangkring. “Kita sebagai desa budaya pengembang batik terus berupaya mengembangkan batik sebagai identitas desa. Salah satunya dengan menggelar pameran dan event, kita berupaya mengikuti,” ucapnya.
Baca Juga:
Buku Gunungkidulan Ini Tebalnya 5 Cm, Halaman 823, Penulisnya Masih Misterius
2 Oktober Hari Batik Nasional, Ini Awal Mula Sejarahnya Sejak Era Soeharto Hingga SBY