Giank Bayu Tetuko, Penerus Tradisi Seni Pedalangan Ki Sugati “Gito-Gati”


Giank Bayu Tetuko, Penerus Tradisi Seni Pedalangan Ki Sugati “Gito-Gati”

 

 

Belajar Menahan Kantuk demi Eksistensi Wayang Kulit

Di eranya, duet kakak beradik Sugito dan Sugati (Gito-Gati) mampu menjadi penghibur segala usia melalui keahlian mereka bermain ketoprak atau mendalang. Giank Bayu Tetuko adalah keturunan keempat Ki Sugati. Siswa SMPN 4 Tempel ini membulatkan tekad menjadi dalang wayang kulit.

Suasana SMPN 3 Sleman Kamis (7/9) mendadak riuh. Siswa yang biasanya belajar di ruang kelas, hari itu berhamburan di halaman sekolah. Sebuah panggung berukuran sedang terpasang di tengah halaman. Di atas panggung terlihat seorang dalang cilik sedang memainkan wayangnya. Itulah salah satu pementasan wayang oleh Ki Giank Bayu Tetuko.

Meski masih sangat muda, Giank mampu menyuarakan semua tokoh pewayangan yang umumnya berusia dewasa. “Kali ini saya membawakan lakon Bima Meguru. Lakon favorit saya, cocok kalau dipentaskan dengan penonton yang usia masih sebaya seperti saya,” ujar siswa kelas IX SMPN 4 Tempel itu.

Giank memang bukan anak biasa. Dia terlahir dari keluarga seniman. Darah seni dari kakek buyutnya, Ki Sugati, mengalir dalam tubuh putra pasangan Mara Wasis Pembayun Putro dan Iis Nuryani ini.

Terbukti, Giank tak perlu mengikuti pendidikan di lembaga formal ataupun kursus untuk belajar pewayangan. Dia belajar langsung dari Ki Bayu Sugati. Sosok ini adalah anak Ki Sugati “Gito-Gati”.
Beragam ilmu dia serap dari sang kakek. Mulai ilmu dasar pewayangan hingga pengembangannya.

Mendalami ilmu pedalangan memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Bagi Giank, dia merasa ada panggilan jiwa untuk melestarikan warisan keluarga.

Giank menggeluti wayang kulit sejak duduk di bangku kelas V SD. Ketertarikannya belajar wayang kulit karena melihat pementasannya tak sekadar untuk tontonan. Tapi sarat tuntunan dan tatanan. Dalam setiap lakon dan tokoh terdapat pesan tersirat.

Memiliki jam terbang cukup tinggi bukan berarti Giank tak lagi belajar. Baginya, sulukan, antasuara, dan keprak menggunakan kaki adalah unsur-unsur pedalangan yang wajib dipelajari terus demi kelancaran pementasan.

 

 

Source.


Baca Juga:

3000 Onthelis Bakal Serbu Jogja, Kembalikan Sejarah Kota Sepeda

Kecamatan Kalasan Terbaik dalam Festival Upacara Adat dan Tradisi Budaya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *